Kasus investasi bodong TD Ameritrade berkedok perdagangan saham kembali menyeruak. Lebih dari 60 orang di 11 provinsi di Indonesia dilaporkan menjadi korban, dengan kerugian mencapai Rp16 miliar. Komplotan penipu ini memanfaatkan nama besar TD Ameritrade, yang sebenarnya sudah tidak beroperasi sejak Mei 2024 setelah diakuisisi Charles Schwab pada 2020.
Menurut Agnes, salah satu korban, modus operandi mereka melibatkan penawaran edukasi saham melalui media sosial yang mengarahkan calon korban ke grup WhatsApp. Di sana, pelaku mengaku sebagai analis profesional dan menawarkan keuntungan instan melalui platform palsu bernama TDemPro.
“Awalnya kami diarahkan ke platform legal seperti Stockbit, tetapi kemudian diminta menggunakan aplikasi TDemPro yang mereka klaim sebagai platform internasional. Keuntungan awal terlihat nyata, namun ternyata itu hanya untuk memancing kepercayaan,” ujar Agnes dalam keterangan resmi, Kamis (5/12).
Modus investasi bodong TD Ameritrade semakin kompleks saat pelaku menawarkan investasi di saham IPO luar negeri. Korban diminta menyuntikkan dana besar dengan janji keuntungan pasti. Namun, setelah korban menyetor dana, mereka mendapati bahwa modal dan keuntungannya tidak dapat ditarik.
Agnes juga menyebut bahwa pelaku kerap mencatut nama sekuritas bereputasi seperti Goldman Sachs dan Sequoia Capital untuk mencari korban baru. Hingga kini, komplotan ini diduga masih aktif merekrut korban melalui media sosial.
Para korban investasi bodong TD Ameritrade telah melaporkan kasus ini ke berbagai pihak, termasuk kepolisian daerah, Satgas PASTI Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Mereka berharap pelaku segera ditangkap dan masyarakat lebih waspada.
“Masyarakat harus berhati-hati terhadap tawaran investasi yang terlalu menggiurkan. Jangan mudah percaya, meskipun menggunakan nama besar,” tutup Agnes.
Demikian informasi seputar investasi bodong TD Ameritrade. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Grupieluv.Com.