Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal dari Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Riyatno mengungkapkan tantangan seputar investasi hijau di kancah global. Menurutnya, hanya 1/5 dari total investasi energi hijau mengalir ke negara berkembang, sementara 2/3 dari populasi dunia tinggal di negara-negara tersebut. Masih ada ketidakseimbangan harga kredit karbon antara negara maju dan berkembang.
“Diperlukan perjuangan dalam merumuskan aturan dan mekanisme perdagangan karbon yang adil tanpa standar ganda antara negara maju dan berkembang,” paparnya dalam Green Economic Forum 2024.
Indonesia memiliki potensi besar untuk investasi hijau, khususnya di sektor energi. Namun, saat ini masih sedikit investor yang berminat, terutama dalam energi hijau. BKPM melihat potensi energi baru terbarukan (EBT) sangat besar, terutama dalam sektor tenaga surya. Namun, pemanfaatannya masih terbilang rendah.
“Dari total potensi EBT, termasuk tenaga surya, hidro, bioenergi, angin, panas bumi, dan laut, baru 12,5 gigawatt atau 0,3% dari total 3.686 gigawatt potensi EBT di Indonesia yang dimanfaatkan,” ungkapnya.
Riyatno menekankan perlunya dorongan dan pemeliharaan investasi dalam sektor EBT. Beberapa proyek investasi EBT sudah berjalan, seperti pembangkit listrik tenaga surya terapung di Cirata, pembangkit listrik tenaga angin di Sidrap, Sulawesi Selatan, dan pembangkit listrik tenaga panas bumi di Ijen, Jawa Timur.
Sinergi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi kunci dalam mengakselerasi transisi energi dan mendorong investasi hijau di Indonesia.
Demikian informasi seputar dorongan investasi hijau di Indonesia Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Grupieluv.Com.