Dikabarkan bahwa pemerintah berencana memberikan insentif atau subsidi untuk mempercepat penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. Rencana pemberian subsidi itu dinilai positif untuk mendorong masyarakat beralih ke kendaraan bertenaga listrik, namun ada sejumlah catatan.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov mengungkapkan rencana kebijakan ini bisa menarik minat masyarakat agar beralih dari kendaraan BBM ke kendaraan yang ramah lingkungan. Apalagi, harga kendaraan listrik masih relatif lebih mahal dibanding kendaraan berbasis BBM. “Saya menilai insentif ini masuk akal dan bisa diterima,” katanya, Jakarta pada Minggu, 8 Januari lalu.
Abra menjelaskan, perlu payung hukum atau aturan main terkait pemberian subsidi ini, termasuk kriteria kendaraan bertenaga listrik yang boleh mendapat insentif. “Secara regulasi harus segera ada payung hukum atau aturan main terkait insentif ini. Termasuk kriteria kendaraan listrik apa saja yang layak mendapatkan insentif. Dari sisi nilai misalnya, kendaraan tenaga listrik yang sangat mahal ya tidak perlu insentif,” tuturnya.
Ia menambahkan, subsidi kendaraan listrik ini mesti terintegrasi dengan subsidi energi, khususnya subsidi BBM. Dengan pemberian subsidi kendaraan bertenaga listrik bakal terjadi pergeseran dari kendaraan BBM. Oleh karena itu, perlu adanya relokasi subsidi sehingga dapat menghindari beban tambahan negara.
“Dengan adanya insentif ini akan ada pergeseran transportasi kendaraan pribadi dari yang sebelumnya menggunakan BBM menjadi listrik, sehingga subsidi energinya direlokasi dari BBM ke stimulus kendaraan tenaga listrik,” terangnya.
Tambahnya, hal itu membuat masyarakat tidak menikmati dua subsidi sekaligus. “Itu akan menjadi pilihan masyarakat tapi kebijakan subsidinya harus terintegrasi. Jadi masyarakat tidak bisa menikmati dua subsidi, masyarakat akan memutuskan kendaraan mana yang akan menguntungkan untuk masyarakat,” ujarnya soal subsidi kendaraan listrik.