Harga Batu Bara Terus Anjlok, Biang Keroknya Kebijakan Moneter Amerika

Harga batu bara acuan menunjukkan tren penurunan yang signifikan. Berdasarkan data Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle untuk kontrak Juni bertengger di level psikologis US$140 per ton pada penutupan perdagangan Jumat (24/5/2024), turun sebesar 0,99% dari hari sebelumnya. Secara mingguan, harga batu bara acuan melemah sebesar 0,36%.

Penurunan harga batu bara ini dipengaruhi oleh kebijakan moneter Amerika Serikat (AS), yang merupakan konsumen batu bara terbesar ketiga di dunia. Tingginya suku bunga di AS menyebabkan pabrik-pabrik kesulitan untuk melakukan ekspansi, sehingga permintaan batu bara untuk pembangkit listrik menurun.

Saat ini, sekitar 16% dari pembangkit listrik di AS masih mengandalkan batu bara, mengungguli pembangkit listrik tenaga angin (11%), tenaga air (6%), dan tenaga surya (4%).

Risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 30 April -1 Mei 2024 menunjukkan kekhawatiran tentang waktu yang tepat untuk pelonggaran kebijakan. Data inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan membuat The Fed tetap menargetkan inflasi untuk melandai di angka 2%.

Namun, peluang penurunan suku bunga semakin menyusut, dengan pasar memperkirakan hanya 59% kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada September, turun dari sebelumnya 65,7%.

Kondisi ini menyebabkan dolar AS (DXY) menguat, yang berdampak negatif pada harga komoditas termasuk batu bara. Kuatnya dolar membuat biaya pembelian batu bara lebih mahal, sehingga permintaan melemah.

Meski demikian, penurunan harga batu bara masih tertahan oleh beberapa faktor. Gelombang panas yang melanda Asia dan kebutuhan untuk mengisi kembali penyimpanan gas di Eropa memicu peningkatan permintaan batu bara.

Pada April 2024 lalu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa beberapa negara di Asia seperti Bangladesh, Myanmar, India, China, Thailand, dan Laos mengalami suhu panas lebih dari 40 derajat Celsius selama beberapa pekan.

Di India, permintaan listrik mencapai puncaknya di tengah gelombang panas yang ekstrem. Permintaan listrik tertinggi di negara tersebut mendekati proyeksi sebesar 235 GW pada Mei, dengan penggunaan alat pendingin seperti AC meningkat drastis. Data dari Kementerian Tenaga Listrik India menunjukkan bahwa pada 6 Mei, permintaan listrik puncak mencapai 233 GW, dibandingkan dengan 221,42 GW pada tahun sebelumnya.

Secara keseluruhan, meski harga batu bara mengalami penurunan, permintaan global yang dipicu oleh kondisi cuaca ekstrem di beberapa wilayah dapat menahan penurunan harga lebih lanjut. Ini menandakan bahwa dinamika harga batu bara masih dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi dan cuaca yang kompleks.

Demikian informasi seputar perkembangan anjloknya harga batu bara. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Grupieluv.Com.