Uni Eropa Vs Indonesia: Sengketa Ekspor Bijih Nikel dan Upaya Penyelesaiannya

Uni Eropa (UE) saat ini tengah mengadakan konsultasi mengenai pembuatan Peraturan Penegakan (Enforcement Regulation) perdagangan internasional terkait penyelesaian sengketa mengenai larangan ekspor bijih nikel yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Langkah ini diambil setelah Indonesia mengajukan banding terhadap kekalahan dalam gugatan yang diajukan oleh Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Informasi ini diumumkan melalui situs resmi Uni Eropa dan dikutip pada Rabu (12/7).

Peraturan Penegakan ini memberikan kekuasaan kepada Uni Eropa untuk mengambil tindakan balasan terhadap pelanggaran aturan perdagangan yang dilakukan oleh negara lain yang dapat berdampak pada kepentingan komersial Uni Eropa.

Peraturan ini juga memberikan wewenang kepada Uni Eropa untuk menghentikan prosedur penyelesaian sengketa, termasuk dalam perjanjian perdagangan multilateral, regional, dan bilateral, sehingga menghalangi Uni Eropa dari memperoleh keputusan akhir yang mengikat.

Para pemangku kepentingan di Komisi Uni Eropa diberikan waktu hingga tanggal 11 Agustus 2023 untuk memberikan pandangan mereka mengenai penggunaan Peraturan Penegakan UE dalam kasus ini. Tindakan yang dapat diambil termasuk penerapan bea masuk atau pembatasan kuantitatif terhadap impor atau ekspor.

Sementara itu, Uni Eropa akan terus berupaya mencapai kesepakatan dengan Indonesia mengenai ekspor bijih nikel ini, termasuk mengajak Indonesia untuk bergabung dalam Multi-Party Interim Appeal Arrangement (MPIA). Uni Eropa menilai kebijakan Indonesia yang melarang ekspor bijih nikel telah menyebabkan lonjakan harga nikel di pasar, yang kemudian berdampak negatif bagi Uni Eropa dan negara-negara pengguna nikel lainnya. Sebelumnya, Uni Eropa telah mengajukan konsultasi melalui WTO kepada Indonesia pada tahun 2019 terkait larangan ekspor bijih nikel.

Namun, tidak ada kesepakatan yang tercapai, sehingga Uni Eropa kemudian mengajukan gugatan pada tahun 2021. Hasilnya, panel WTO menyatakan bahwa tindakan yang diambil oleh Indonesia tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di WTO. Setelah keputusan tersebut diumumkan, Indonesia mengajukan banding pada bulan Desember 2022.