Ancaman Resesi 2023 Kian Besar dan Nyata: Kemenkeu Berikan Penjelasan soal Suku Bunga Berbagai Negara yang Melonjak Naik

Dipaparkan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bahwa ancaman resesi 2023 semakin besar. Analis Kebijakan Ahli Madya Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF Kemenkeu Rahadian Zulfadin mengatakan hal itu sejalan dengan belum ada tanda-tanda berakhirnya perang Rusia-Ukraina.

Belum lagi, kenaikan harga barang-barang yang masih akan terjadi tahun depan akibat rantai pasok yang terganggu. Karenanya, ia pesimis lonjakan inflasi saat ini bisa melandai, terutama di Inggris dan Eropa. Hal tersebut dapat diartikan sebagai sebuah pertanda kian nyatanya ancaman resesi 2023.

“Kita lihat terutama di Eropa ya, di Inggris, itu inflasi terus meningkat. Kemudian, direspons oleh suku bunga. Ini tentunya akan membawa dampak pada ekonomi yang melemah karena tingkat bunga yang tinggi,” ungkapnya dalam Indef School of Political Economy (ISPE) pada Rabu, 14 Desember.

Menaikkan Suku Bunga Menjadi Solusi Berbagai Negara Hadapi Ancaman Resesi 2023?

Menurutnya, hanya beberapa negara yang belum melakukan kenaikan suku bunga untuk menekan inflasinya, seperti China dan Jepang. Tapi, secara umum, semua negara menaikkan suku bunga. Bahkan, Brasil tetap mempertahankan suku bunga tinggi, meski inflasinya sudah mulai turun.

“Kecuali China dan Jepang itu belum kelihatan respons kenaikan suku bunga untuk merespons kenaikan inflasi. Misalnya di Jepang itu sudah naik inflasinya tapi suku bunganya masih relative flat, tapi di negara-negara lain polanya sama, tekanan inflasi direspons dengan kenaikan suku bunga,” jelasnya.

Rahadian menjelaskan salah satu faktor yang menandakan lonjakan inflasi berdampak negatif ke perekonomian dunia adalah pelemahan aktivitas manufaktur. Walaupun, PMI manufaktur masih di level ekspansif, tapi trennya menurun.

“Kita lihat beberapa negara besar hampir seluruhnya melambat, jadi memang ke depan yang harus diwaspadai adalah di tengah tekanan inflasi yang ada tanda-tanda mulai menurun tapi pelemahan ekonomi global justru semakin melemah. Jadi, tanda-tanda resesi 2023 memang semakin besar,” imbuhnya.

Potensi resesi makin besar ini, kata Rahadian, tercermin dari data yang dirilis oleh IMF pada Oktober 2022, yang memproyeksi perekonomian dunia pada 2023 turun menjadi 2,7 persen dibandingkan proyeksi awal sebesar 2,9 persen.

“Kalau kita anggap misalnya, ekonomi dunia itu punya tiga lempeng besar, yakni AS, China, Eropa, semuanya juga menurun (proyeksi pertumbuhan ekonominya). Jadi, ini indikasi bahwa ke depan risiko resesi itu memang semakin besar,” pungkasnya soal ancaman resesi 2023.