Terungkap Akar Masalah Harga Beras Tetap Tinggi, Apa Solusinya?

Harga beras di Indonesia, baik yang kelas medium maupun premium, masih belum mengalami penurunan hingga saat ini. Penyebab utama dari kenaikan harga beras ini adalah tingginya harga Gabah Kering Panen (GKP). Badan Pangan Nasional (BPN) menjelaskan bahwa GKP memiliki harga yang tinggi karena produksi gabah menurun, sehingga persediaan GKP di penggilingan juga menjadi terbatas.

Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi mengungkapkan bahwa saat ini para penggiling padi kesulitan untuk mendapatkan GKP. Karena GKP memiliki harga yang tinggi, hal ini berdampak langsung pada harga beras di pasaran, membuatnya tetap tinggi. Arief Prasetyo Adi menyampaikan hal ini saat berada di Gudang Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, pada Rabu (04/10/23).

Dalam perkiraannya, Arief juga memprediksi bahwa masa panen padi akan terlambat, sehingga produksi beras akan tetap rendah hingga akhir tahun. Meskipun demikian, pemerintah berkomitmen untuk melakukan upaya maksimal agar harga beras tidak melonjak secara tajam.

Arief menjelaskan, “Baru mulai tanam itu Desember, karena BMKG menyampaikan baru ada air itu nanti di bulan Desember, sehingga panen agak mundur.”

Pemerintah telah mengambil langkah-langkah seperti operasi pasar dengan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), penyaluran bantuan pangan, dan gerakan pangan murah untuk mengintervensi harga beras di pasaran. Namun, upaya-upaya ini belum sepenuhnya berhasil menurunkan harga beras secara signifikan. Meskipun demikian, setidaknya harga beras saat ini tidak mengalami kenaikan yang drastis.

Arief menyatakan, “Bayangkan kalau enggak ada operasi pasar, nggak ada bantuan pangan, nggak ada semuanya, tapi harga beras hari ini tertahan.”

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menjelaskan bahwa kenaikan harga beras terjadi karena produksi padi yang menurun. Penurunan produksi ini adalah siklus yang terjadi setiap akhir tahun.

Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengungkapkan bahwa belum adanya penurunan harga beras mungkin disebabkan oleh praktik oknum tertentu yang mengemas ulang beras Bulog. Praktik ini biasanya dilakukan untuk menjual beras Bulog dengan harga yang lebih tinggi, atau sebagai beras premium.

Budi Waseso menjelaskan, “Itu rawannya itu diganti karung kalau diganti karung dianggap produksi dalam negeri produksi lokal mereka dimasukkan ke packaging merek-merek mereka untuk disuplai dan dijual dengan harga tinggi premium gitu maksudnya.”

Dalam upaya mengatasi kenaikan harga beras, pemerintah telah melakukan operasi pasar. Pamrihadi Wiraryo, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, menyatakan bahwa operasi pasar telah berhasil menurunkan harga beras di Pusat Induk Beras Cipinang (PIBC) sebesar 11%. Beras SPHP Bulog telah mulai dipasok pada tanggal 12 September 2023 dengan stok sekitar 25 ribu ton. Saat ini, harga beras medium di PIBC telah mencapai Rp11.000 per kg.

Namun, pedagang beras di Pasar Rawamangun, Jakarta Timur, menyatakan bahwa harga beras medium masih belum mengalami penurunan. Harga beras saat ini berkisar antara Rp12.000 hingga Rp13.000 per kg, naik dari sebelumnya Rp10.500 per kg.

Yudi, seorang pedagang beras di Pasar Rawamangun, mengungkapkan bahwa pasokan beras masih tersedia, tetapi harganya sudah tinggi. “Kalau lokal masih banyak, cuma harganya aja tinggi,” katanya. Demikianlah gambaran mengenai harga beras di Indonesia yang masih tinggi, penyebabnya, dan upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Dengan harapan bahwa langkah-langkah tersebut akan membantu menjaga stabilitas harga beras di pasaran.